Diskusi tim dilaksanakan dengan
tujuan mencari isi pesan dari naskah dan menyamakan prespektif dari
masing-masing kepala sehingga mempunyai tujuan yang sama walaupun denga bentuk
yang berbeda-beda namun tetap dengan penyelarasan yang dilakukan sutradara.
Pertama kami melakukan reading,
yaitu membaca naskah besama-sama, proses ini diikuti oleh semua tim. Pada
reading pertama kami mencari kalimat-kalimat yang kami anggap sulit untuk
mempermudah pemahaman selanjutnya.
Reading kedua dilaksanakan dengan
agenda memahami isi pesan dari keseluruhan dari naskah yang akan kami bawakan.
Disepakati pesan yang ada dalam naskah adalah tentang Ambifalensi Seksualitas,
yaitu dua sudut pandang yang berbeda tentang seksualitas yang selama ini hanya
dianggap sebagai perbuatan tabu oleh masyarakat. Pesan ini disampaikan melalui
penjelasan tentang Aborsi, Pekerjaan sebagai gigolo, Akademisi yang pada
dasarnya sama dengan pelacur, kedudukan seks dan cinta, dll.
Pertemuan ketiga kami membahas lebih
detail tentang cara pesan tersebut disampaikan, sehingga secara garis besar
sudah ditemukan. Namun belum mendetail secara kausalitas (sebab-akibat).
Setiap diskusi dari tim memakan
waktu yang tidak sebentar, melihat dari naskah Perbuatan Serong ini cukup sulit
dan kapabilitas kami yang masih sangat terbatas. Satu kali diskusi bisa memakan
maktu dari 3-4 jam. Dan itu membuat satu per satu dari tim mulai tidak hadir
atau telat sehingga tidak efektif. Memang kami sadari bahwa sebagai mahasiswa
kami tidak lepas dari tugas-tugas, apalagi beberapa anggota tim yang mempunyai
kegiatan diluar. Sehingga nilai toleransi yang pada awalnya disepakati untuk
membentuk profesionalitas mulai longgar.
Stage manager dibantu oleh Assistan
Stage manager mulai merasa cemas dengan hal itu dan akhirnya membuat
kesepakatan tentang konsekuensi jika datang termabat atau tidak hadir tanpa
konfirmasi harus membeli makanan seharga 5 ribu rupiah untuk dimakan
bersama-sama, semua nggota tim menyepakati hal itu. Dampak dari kesepakatan itu
itu cukup baik, pertama jumlah keterlambatan dapat dikurangi dan ada makanan
untuk diskusi sehingga tidak berjalan terlalu membosankan.
Pertemuan selanjutnya kami mencoba
membahas motivasi per dialog, pada awalnya kami mengganggap hal ini mudah dan
tidak terlalu rumit. Namun ternyata dalam waktu satu hari itu hanya bisa
membahas tiga dialog saja dengan cukup berbelit-belit. Mas Ipunng sebagai
sesepuh (pembimbing) memberi masukan untuk membahas per bagian dari adega saja,
karena pembahasan per dialog merupakan hak dari sutradara dengan aktor. Dengan
dilakukan pembahasan per bagian dengan tujuan setiap divisi dari tim paham
secara garis besar. Akhirnya kami memutuskan untuk melakukan pembahasan per bagian yang sudah
dipetakan oleh Yudha sebagai sutradara. Pembahasan per bagian dilakukan pada
pertemuan selanjutnya.
Pada pertemuan selanjutnya kami
melakukan pembahasan per bagian dan itu pun masih tidah cukup dilakukan satu
pertemuan saja, akhirnya permabasan per bagian dilakukan selama dua kali
pertemuan.
Setelah pembahasan per adegan
dilakukan, Amung memberi masukan untuk melakukan mecarian sebab-akibat dari pembahasan
per adegan yang sudah dilakukan untuk menemukan motivasi dan emosi yang ada
dalam naskah tersebut. Akhirnya pembahasan hubungan sebab-akibat pun
dilaksanakan dengan memakan waktu dua kali pertemuan.
Kemudian kami merasa masih ada hal
yang kurang untuk menemukan 5W 1H dalam naskah ini. Kami belum menemukan dasar
yang kuat untuk menyatakan argumen yang berhubungan dengan 5W1H. Akhirnya kami
sepakat untuk mencari referensi yang pas dengan naskah ini, yaitu pertama
artikel milik Anonymous Phd yang merupakan dasar dari naskah ini ditulis oleh
penulisnya dan beberapa artikel tentang aborsi, status seks, dll. Diskusi
dilakukan selama beberapa hari sambil membedah kausalitas yang ada dalam naskah
tersebut.
Stage manager dan sutradara juga
menemui lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk melakukan konseling terkait
dengan naskah ini. Dan untuk lebih jelas lagi kami mengajak aktor dan beberapa
tim pada pertemuan selanjutnya untuk melakukan konseling, sangat banyak hal
yang didapat, terutama mengenai psikologis dari aktor dan emosi yang terkait
dengan setting lampu dan musik.
Setelah tim menyatakan cukup
mempunyai argumen yang kuat sebagai dasar naskah ini akan dipentaskan, kami
memutuskan untuk membuat kesepakatan tentang 5W1H yang akan dipentaskan. 5W1H
yang kami sepakati bersifat kuat namun masih bisa dirubah dengan catatan
memiliki dasar yang kuat dan lebih mendekati nilai kebenaran dan estetika. 5W1H
ini dianalogikan sebuah pondasi rumah yang akan kami bangun. Dari awal kita
melakukan diskusi adalah membuat rancangan bagaimana pondasi ini akan dibangun,
tentu saja harus mempunyai gambaran yang kuat dan jelas. Setelah kami yakin
dengan bahan dasar dan material yang ada atau dimiliki kami berani untuk
membangun pondasi tersebut, kemudian yang selanjutnya adalah membangun rumah
yang kami rencanakan dengan mengumpulkan bahan-bahan yang ada dahulu. (To be continuing…)